Jumat, 03 April 2015

CERPEN MOTIVASI



CERPEN MOTIVASI
Oleh : Alin Rico F.

“SANG PATRIOT UJUNG TIMUR”
Di suatu daerah perkampungan pesisir ujung timur yang mayoritas penduduknya sebagai nelayan dan petani, setiap pagi menjelang matahari terbit penduduk sekitar sudah bangun dan bergegas berangkat ke sawah sebagian juga berangkat melaut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di perkampungan yang sejuk nan subur ini hiduplah sepasang suami istri yang bekerja sebagai buruh tani di kampung pesisir, yang bernama Subur dan Sulastri mereka mempunyai dua orang anak yaitu bernama Satrio Pinulung dan Ageng Pribadi.
Satrio pinulung merupakan anak pertama dari pasangan Subur dan Sulastri, dia adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Kesehariaanya disamping dia sekolah dia juga tidak lupa membantu orang tuanya menggarap sawah yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Kakak dari ageng pribadi ini dikenal sebagai sosok anak yang sopan dan ramah kepada orang lain, walaupun usianya masih 12 tahun dia mempunyai cita-cita yang sangat tinggi yaitu ingin menjadi seorang pemimpin bangsa indonesia supaya bisa membantu para petani dan nelayan yang kurang sejahtera hidupnya seperti yang terjadi di kampung pesisir tempat dia tinggal.
Setiap malam Satrio dan keluarganya berkumpul dan melepas semua rasa lelah setelah seharian penuh beraktifitas dengan ditemani teh hangat dan pisang goreng buatan ibunya. Disaat mereka berkumpul tak lupa Pak Subur menyampaikan harapan dan motivasi kepada kedua putranya yaitu Satrio dan Ageng utuk tetap semangat sekolah supaya pintar dan bisa menjadi orang sukses, supaya tidak seperti bapak yang cuma bisa nyari makan jadi seorang buruh tani. Pak.subur pun sering berkata kepada satrio “ jangan lupa nanti kalau sudah sukses dan bisa cari kerja sendiri bapak titip adikmu” satrio pun dengan siapnya menjawab “iya nanti saya siap membantu adik sampai dia bisa sekolah sampai tinggi dan menjadi orang yang sukses”.
Dengan semakin bertambahnya usia satrio dan adiknya, biaya sekolah yang harus dipenuhi oleh pak. Subur semakin besar sehingga dia harus bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah kedua putranya. Merasa kasihan melihat bapaknya bekerja siang malam akhirnya satrio memutuskan untuk mencari kerja sebagai buruh bersih-bersih di rumah pak.sofyan yang mana dia adalah pemilik sawah yang digarap oleh bapaknya si satrio.
Seiring bertambahnya tahun, pemuda yang sopan ini semakin dewasa pemikirannya dan semakin ingin mencari ilmu untuk mencapai cita-citanya dengan bersilaturahmi ke rumah orang-orang yang berpengaruh di kampungnya salah satunya adalah pak. Sutejo abdul muklis yang merupakan kepala desa di kampung pesisir, dengan penuh semangat dan tanpa adanya rasa malu atau takut dia mendatangi kediaman pak.sutejo untuk menanyampaikan keinginannya melanjutkan pendidikannya yang terganggu dengan kondisi keuangan orang tuanya.
Mendengar semangat dan keinginan yang disampaikan oleh satrio pak.sutejo tergugah hatinya untuk membantu dan memberikan masukan dan saran kepada pemuda yang semangat itu dengan menyekolahkan dia disalah satu sekolah menengah atas yang ada di kota bersama dengan putra pak.sutejo yang bernama Indra. Mendengar tanggapan tersebut satrio sangat senang dan gembira karena bantuan dari pak.sutejo dia bisa melanjutkan sekolah hingga tiga tahun lamanya dan sampai dia lulus di bangku SMA, berkat usaha dan semangat yang keras dia bisa lulus dengan predikat nilai terbaik di sekolahnya. Melihat  satrio lulus dengan predikat nilai terbaik membuat kedua orang tuanya dan adik tersayangnya merasa bangga atas prestasinya.
Berkat usaha dan keinginannya yang sangat besar membuat salah satu guru di SMA kagum dan merasa bangga mempunyai murid seperti satrio, dan melihat potensi yang ada pada dirinya guru sma tersebut menganggap satrio seperti anak kandungnya sendiri. Tak heran jika selama masih sekolah dia sering cerita dan tukar fikiran dengan gurunya itu yang bernama bu. Tutus paraningsih tentang perkembangan kondisi pemerintahan saat ini. Mendengar informasi dan tanggapan dari gurunya itu kalau perkembangan indonesia semakin tahun semakin kurang baik yaitu dengan banyaknya korupsi di Negara ini yang menyababkan masyarakat indonesia semakin miskin apalagi para pemudanya yang masih tidak peduli dengan kondisi ini, mendengar hal tersebut membuat satrio semakin bersemangat untuk menggapai cita-citanya.
Diusianya yang masih muda usia 17 tahun satrio ingin melanjutkan ke perguruan tinggi untuk menambah pengetahuaannya, tapi dalam waktu yang bersamaan satrio mendapat kabar dari Indra bahwa bapaknya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Mendengara kabar tersebut pemuda yang sopan itu akhirnya memutuskan kembali ke kampung untuk menjenguk bapaknya yang dia sayangi.
Setibanya di kampung halaman anak pertama dari pasangan pak subur dan bu sulastri itu langsung berangkat menuju ke rumah sakit masyarakat terpadu, sesampainya disana dia langsung mencium tangan ibunya dan bapaknya yang sedang terbaring di tempat tidur. Melihat putranya yang ia sayangi pak subur meneteskan air mata haru melihat putranya datang dan mencium tangannya, walaupun matanya meneteskan air mata tapi dia berusaha tersenyum kepada kedua anaknya yang berada di sampingnya. Pak subur pun mengatakan kepada kedua orang putranya “bapak bangga melihat kalian berdua rukun dan saling menyemangati satu sama lain, bapak berpesan pada kalian jika bapak nanti sudah tiada bapak titip jaga ibu kalian baik-baik ya dan jika kalian nanti sudah menjadi seorang mahasiswa dan menjadi orang yang sukses jangan pernah lupa pada orang yang sudah membantu kalian dan tetap membaurlah dengan sesame jangan jadikan pendidikan atau jabatan kalian sebagai batasan dan alasan untuk tidak membaur dengan masyarakat, jadilah pemuda yang bisa diandalkan dan bermanfaat bagi orang lain yang sesui dengan nama kalian”.
Mendengar pesan yang disampaikan oleh bapaknya, ibunya satrio menangis sambil dipeluk oleh ageng adiknya satrio, dan satrio menjawab dengan penuh kesedihan dan meneteskan air mata “ iya pak saya dan adik akan selalu melakukan yang terbaik untuk membahagiakan bapak dan ibu serta kami tidak akan pernah lupa dengan siapapun yang sudah membantu selama ini dan tetap bersikap sopan, ramah dan saling menolong sesama”.
Diusianya ke-82 tahun pak subur meninggal akibat penyakit jantung yang dideritanya. Dengan meninggalnya bapak tersayangnya menjadi pukulan yang berat bagi satrio yang selama ini menjadi sosok bapak yang selalu memotivasi dan menjadi tulang punggung keluarga dalam membiayai kebutuhan hidup dan biaya sekolah adiknya serta biaya sekolah satrio.
Melihat kondisi keluarganya yang semakin terpuruk dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah adiknya, membuat satrio memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi idamannya. Kesehariannya putra pertama dari pasangan subur dan sulastri menjadi buruh tani bersama para tetangga disekitar tempat tinggalnya.
Walaupun satrio tidak belajar lagi tapi dia tetap mengamalkan ilmu yang selama ini dia dapat ketika masih duduk di bangku SMA, dia sering mengajari para buruh tani yang kurang bisa membaca dan menghitung ketika mereka istirahat seuasi menggarap sawah. Banyak para buruh tani yang usianya jauh lebih tua dari dia yang merasa beruntung bisa belajar membaca dan menghitung, serta tak sedikit dari mereka yang kasihan melihat satrio yang masih muda sudah harus berpisah dengan bapaknya, dan mereka sering menaruh harapan kepada pemuda yang sopan dan bersemangat ini untuk melanjutkan sekolahnya supaya bisa membantu para buruh tani dan nelayan yang kurang seajahtera hidupnya seperti yang terjadi di kampung pesisir.
Suatu ketika mendengar kabar dari teman semasa sekolah bahwa kondisi satrio tidak sekolah lagi, guru yang dulu dekat dengan satrio merasa kasihan dan mendatangi keluarga pemuda yang sopan itu untuk minta ijin kepada ibunya supaya satrio bisa melanjutkan pendidikannya. Akhirnyapun  keluarga satrio mengijinkan supaya putranya bisa melanjutkan pendidikannya lagi.
Mendengar pernyataaan dari guru kalo dia mau membantu menyekolahkan hingga perguruan tinggi satrio merasa keberatan karena dia merasa kasihan kepada ibunya dan adik semata wayangnya karena dia merasa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan harus memenuhi biaya sekolah untuk adiknya, tapi guru yang dianggap sebagai orang tua angkatnya terus membujuk satrio suupaya dia mau untuk melanjutkan pendidikannya, dan mendengar pernyataan guru tersebut satriopun akhirnya mau untuk melajutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang terkemuka yang letaknya di tengah kota yang dulunya sempat menjadi tempat impiannya yaitu universitas negeri bintang bangsa.
Semasa di kampus satrio dikenal sebagai salah seorang mahasiswa yang aktif dan peduli akan perubahan kemajuan kampus, dia juga dikenal sebagai aktivif kampus yang luar biasa hampir semua masyarakat kampus tempat dia mengenyam ilmu kenal dengan sesosok pemuda yang kalem dan sopan.
Sederetan penghargaan iya raih atas karyanya salah satunya yaitu pelopor pergerakan pemuda peduli masyarakat. Semakin usianya yang bertambah dewasa dan dia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan cepat dibandingkan dengan teman-teman angkatannya karena prestansinya dalam menempuhnya.
Dengan menyandang gelar sarjana pemuda yang sopan itu memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya untuk merubah keadaan dan ingin mengamalkan ilmu yang sudah dia dapat semasa dia berada di lingkungan kampus.
Keputusannya itu dia lakukan karena dia merasa semakin dia mempunyai ilmu pengetahuan semakin pula dia ingin menyampaikan dan mengamalkan kepada masyarakat di kampungnya supaya masyarakat di tempat kelahirannya bisa merasakan ilmu pengetahuan yang selama ini dia dapatkan.


Putra pertama dari pasangan pak subur dan bu sulastri mempunyai prinsip bahwa semakin dia mempunyai ilmu dan pengalaman maka semakin dia harus mengabdikannya kepada sesamanya tanpa ada rasa batasan ataupun alasan untuk menutup diri bagi masyarakat dan sesamanya.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar